Garut, Indonesia, Tasikmalaya, West Java

Galunggung & Kampung Sampireun

Awalnya long weekend di penghujung bulan maret mau kami manfaatkan untuk “doing nothing” alias leyeh-leyeh santai mager di rumah, tapi tetiba ada woro-woro kalau anaknya salah satu sepupu suami di tasikmalaya mau disunat. Akhirnya pulanglah kami sekeluarga, toh jarak jakarta – tasikmalaya tidak terlalu jauh, jadi waktu 3 hari cukuplah untuk mengunjungi sanak famili di kampung. Kebetulan suami juga pingin “meet up” sama temen-temen lamanya, dan dari dulu saya pingin mengunjungi kawah gunung galunggung yang kalo di musim lebaran udah kayak lautan manusia saking ramenya.

Mt Galunggung

Setelah acara sunatan dan pengajian di hari jumat rampung, esoknya kami pamit pulang. Perjalanan dari rumah mertua ke galunggung ditempuh dalam waktu 1,5 jam, cukup jauh memang, itu juga kondisi jalan lancar jaya. Setelah berbelok dari jalan utama mengikuti plang penunjuk , jalanan menyempit menjadi dua jalur, melewati pemukiman dan area persawahan, agak tricky dan bisa nyasar kalo nggak pake panduan google maps. Akhirnya kami sampai di pos tiket bertuliskan gunung galunggung, bayar 6K/orang + 5 K untuk mobil. Dari sini jalan bercabang dua,  yang kiri menuju pendakian 500 anak tangga sementara yang kanan menuju 600 anak tangga. Walau yang kiri lebih sedikit, namun medannya lebih curam. Setelah berdiskusi singkat, kami memilih yang 500 anak tangga saja. Jalanan mulai mendaki curam, kanan kirinya dijajari pohon pinus dan sesekali kami bertemu monyet liar yang sedang bergelantungan atau main di pinggir jalan. Suhu udara mulai dingin dan terasa sejuk. Tidak lama sampailah kami di area parkir yang di salah satu sisinya dipadati  kios-kios, toilet umum dan musholla.

Untuk mendaki anak tangga dipungut lagi biaya 5K/orang (lah tadi saya bayar di pos buat apa dong), tangganya terlihat menjulang sampai tidak kelihatan puncaknya, bikin glegek karena mikirin dua kiddos ini bakalan kuat atau nggak. Sebelum mendaki, kami foto-foto dulu di dinding dengan mural “galunggung” dan 3 emblem besar bertajuk viking/persib.

Awal-awal pendakian kiddos masih semangat, tapi setelah 1/3 perjalanan mereka pun mulai keok. Tiap beberapa meter, disediakan area berbentuk persegi untuk beristirahat, sehingga pengunjung yang duduk-duduk tidak akan memenuhi areal tangga (entah kalau lebaran). Yang jadi catatan, di sepanjang jalur pendakian tidak ada shelter beratap untuk berteduh, jadi kalau kepanasan ya hayuk, kalau tiba-tiba hujan ya hanya bisa pasrah. Untungnya saat kami mendaki kemarin, cuaca sangat bersahabat, agak mendung jadi adem. Beberapa kali kami berhenti dan bodohnya pula kami nggak bawa air minum sama sekali, jadi kami harus terus menerus menyemangati kiddos agar mau terus mendaki dengan iming-iming di atas nanti ada kios jualan, baby B bahkan ngambek dan 2-3 kali minta digendong. Akhirnya 1/2 jam kemudian tibalah kami di puncak pendakian, udaranya lebih dingin lagi, dengan areal berpasir (pasir hitam hasil erupsi gunung berapi) dan pemandangan kawah gunung galunggung yang menghijau.

Gunung galunggung terhitung masih aktif dan sewaktu-waktu bisa kembali meletus. Kalau mau turun hingga ke kawah sudah tersedia anak tangga juga, tapi kami memilih untuk menikmati pemandangan kawah tersebut dari ketinggian saja, sambil menikmati secangkir teh hangat dan mengisi kembali energi yang terkuras. Jangan heran kalau harga makanan di kios di atas lebih mahal, hitung-hitung ongkos penjualnya untuk naik turun tangga setiap hari. Kawasan gunung galunggung ini juga dijadikan tempat latihan angkatan bersenjata, di puncak nya berdiri tugu tradisi brigif 13 galuh dengan lambang macan. Kabut yang turun cukup pekat sehingga di beberapa waktu kami bahkan tidak bisa melihat pemandangan di sekitar dengan jelas.

Setelah turun kembali, kami menyempatkan melihat galunggung tunnel, suatu terowongan air yang di kala gunung galunggung meletus, akan berfungsi sebagai sodetan yang menjadi jalur mengalirnya lahar.

Imah Mang Asep 

Sepulang dari galunggung, kami mengarahkan mobil ke pusat kota tasikmalaya, jadi agak bolak-balik sih, karena setelah ini rencananya kami mau menuju Garut, tapi berhubung suami sudah janjian ketemuan dengan teman-temannya dari kemarin, jadi hayuklah.

Imah Mang Asep merupakan restoran yang tergolong masih baru, terletak di pusat kota tasikmalaya, tepatnya di Jl HZ Mustofa yang seringnya macet. Pemiliknya Mang Asep adalah yang juga pemilik Asep Strawberry yang banyak cabangnya di mana-mana.

Menyandang tagline “Tempat Endah, Harga Mirah” (tempat indah, harga murah), memang restoran ini didesain dengan konsep sunda yang sangat kental dan bagus. Hampir semua ornamennya terbuat dari kayu dan bambu. Di pintu masuk terdapat suatu lorong yang dinaungi pergola bambu dan ornamen caping yang disusun bertumpuk serta lesung lengkap dengan alu-nya di kanan kiri. Para pelayannya pun mengenakan baju adat sunda dan dari speaker terdengar degung sunda mengalun.

Interior di dalamnya lebih semarak lagi, area makan dihiasi dengan payung-payung kertas khas tasikmalaya yang beraneka warna. Pilihannya bisa duduk di kursi atau lesehan, dua-duanya sama-sama nyaman. Di salah satu sisinya terdapat air mancur buatan, disediakan juga fasilitas mini playground untuk anak.

Sayangnya menurut saya, dekorasi tidak diimbangi dengan rasa masakan. Masakan disajikan secara prasmanan, tapi varian menunya sedikit, kebanyakan yang disediakan adalah pelengkap seperti tumisan atau tempe tahu, untuk lauknya sendiri waktu saya datang hanya ada ikan mujair, kikil dan ayam . Itupun kita tidak bisa request minta dihangatkan seperti di RM Ampera, rasanya pun biasa saja. Harganya memang murah, kemarin kami makan berempat hanya habis 51 K, mujair dibanderol 7,7 K, ayam 6,6 K, tumisan-tumisan sekitar 3-5 K. Tapi kalau mau jujur porsi lauk memang lebih kecil, misalnya saja ayam kalau di restoran sejenis kan ayam dipotong 4 atau paling banter 6, kalau di sini mah potong 8 (ini ibu-ibu yang sering ke pasar yang tau :)), mujairnya juga kecil banget, macem yang sekilo isi 7/8. Kalau nasi karena ambil sendiri, mau sedikit banyak harganya sama. Teh tawar gratis dan boleh ambil sepuasnya. Overall. lumayan lah untuk tempat kumpul-kumpul atau ngisi instagram karena tempatnya bagus.

Kampung Sampireun Resort and Spa

Awalnya nggak ada rencana mau nginep di sini, pokoknya long weekend mau dihabiskan di rumah mertua indah aja, tapi … entah kenapa sejak pernah dirawat di RS, baby B sekarang polahnya lagi biking geleng-geleng, selalu rewel dan gak betahan, di jalan rewel dan cepet bosen, di rumah orang maunya minta pulang mulu, hadeuh. Karena baby B ngamuk terus, akhirnya pas kamis malem dadakan banget kami langsung browsing aplikasi pemesanan hotel online, pilihannya ada dua, mau ke garut atau ke bandung, kalau ke garut lebih deket tapi rata-rata harga penginapannya (yang kebanyakan adalah resort harganya mahal), sementara bandung lebih banyak pilihan tapi jauh. Akhirnya setelah berjibaku antara traveloka dan agoda, kami memutuskan menginap di kampung sampireun yang terletak di garut, yah mau emaknya juga sih, karena dari dulu penasaran pingin ke sana.

Udah tau kampung sampireun dari lama, sejak zaman browsing-browsing waktu nyari destinasi honeymoon dulu. Kalau dari materi promosinya kayaknya bagus banget, konsepnya sundanese romatic lah, tapi belum kesampaian karena rate-nya yang lumayan mahal. Kemarin ini karena dadakan, pilihannya yang masih terjangkau antara dariza (udah pernah), kampung sampireun, mulih ka desa dan bukit alamanda, karena hampir sama harganya, akhirnya milih sampireun, itu juga cari kamar yang tarifnya paling murah, yaitu deluxe garden villa.

Jalan Samarang – Kamojang yang menuju ke resort merupakan jalan yang sempit dan berliku-liku. Resortnya sendiri tidak terletak di pinggir jalan, melainkan sekitar 100 m masuk dan melewati perkampungan penduduk.

Setelah menyelesaikan proses check in dan diberikan secarik kertas berisi rincian free voucher, kami diantar menuju kamar oleh concierge. Tepat di belakang lobby adalah highlight resort ini yaitu danau yang dikelilingi oleh cottage-cottage bernuansa sunda dengan sampan-sampan yang bisa digunakan untuk mengarungi danau. Resort kami letaknya agak di belakang, dekat dengan restoran Seruling Bambu, kolam renang dan playground. Restoran Seruling bambu juga dibuka untuk umum sehingga walau tidak menginap pun masih bisa makan dan sekalian foto-foto di area resort.

0051
Pemandangan danau di kampung sampireun

Deluxe Garden Villa merupakan bangunan modern bertipe duplex dengan 4 kamar. Di bagian belakang terdapat serambi dengan kolam ikan dan pemandangan kebun. Kamarnya sendiri ber-furniture modern dengan fasilitas standart, tidak dilengkapi AC karena daerah samarang ini suhunya sudah sangat dingin. Setelah beres mandi dan shalat, sambil leyeh-leyeh saya meneliti kembali voucher yang diberikan, jadi kami mendapat free afternoon tea (di restoran jam 15.30 – 18.00), free bajigur (diantar ke kamar pukul 21.00), free surabi (diantar ke kamar pukul 07.00 pagi) dan free breakfast. Di kamar disediakan permainan congklak dan makanan ikan, jadi sambil mengisi waktu, pak suami malah ngajarin baby G bermain congklak, sementara baby B anteng kasih makan ikan.

Karena perut mulai lapar, kami menuju ke restoran untuk afternoon tea, selain tea/coffee, disediakan pula snacks berupa singkong rebus, gorengan ubi dan nanas (yang bikin merem melek saking kecutnya).

Setelah itu kami menuju area danau untuk main perahu, ikan-ikan yang berada di danau sangat sehat dan lincah serta langsung jadi favorit anak-anak. Setelah melongok sana-sini kok kayaknya perahu-perahu tersebut disediakan private untuk penyewa cottage tepi danau, karena masing-masing ditambatkan di dermaga dan ada nomornya. Kami pun bertanya pada petugas dan memang begitulah, katanya ada disediakan 2-3 perahu yang boleh digunakan, perahu tersebut tidak ada nomornya.

Untung suami yang bermata jeli melihat ada perahu tertambat di dermaga di sisi seberang, jadilah kami mengitari separuh sisi danau untuk mendapatkan perahu, untungnya lagi suami saya tukang dayung yang cukup mahir, jadi kami nggak perlu minta didayungkan petugas. Cukup menyenangkan mengarungi danau di senja hari dengan perahu, walau terus terang saya tidak terlalu terkesan dengan pemandangan kampung sampireun yang walaupun memang indah, tapi tidak seindah sangkaan saya sebelumnya, apa mungkin karena saya sudah mencoba beberapa resort lain yang hampir setipe ya? bisa jadi.

Puas bermain perahu, kami kembali ke kamar untuk shalat maghrib. Menjelang makan malam kami kembali ke restoran, di sana sudah disediakan sajian buffet untuk dinner, tapi sayangnya karena kami nggak mendapat fasilitas free dinner, jadi kami harus pesen menu ala carte, tapi lumayan dapet diskon 15%. Restoran ini kebanyakan menyediakan menu masakan sunda walau ada sedikit pilihan western seperti steak. Kami memesan mie goreng, soto ayam dan sup patin, rasanya so-so lah. Kampung sampireun ini terletak jauh dari mana-mana, tidak ada restoran dekat sini, jadi kalau mau makan ya mau nggak mau ke restoran di resort.Pukul 21.00 lewat, seorang petugas mengantarkan dua mangkuk bajigur ke kamar, bajigur nya lumayan enak dengan rasa pedas yang menyengat.

Esoknya setelah terlelap semalaman, saya terbangun dalam kondisi kaki pegal-pegal, imbas kemarin mendaki gunung galunggung. Pagi-pagi, kiddos sudah nagih janji untuk main ke playground dan lanjut berenang, padahal airnya dingin banget. Daerah samarang – kamojang memang tidak dilalui mata air panas, jadinya tidak ada kolam renang air panas seperti resort-resort di cipanas atau darajat.

Setelah beres mandi, kami duduk-duduk sambil menunggu surabi datang, tapi hingga jam 07.30 tidak kunjung tiba juga, akhirnya karena sudah kelaparan, kami langsung menuju restoran untuk breakfast. Varian breakfast-nya cukup banyak dan lengkap denga rasa yang enak. Perut kenyang, hati pun senang, setelah beres kami check out karena tidak mau terkena macet di jalan.

 

 

 

Leave a comment